Translate

Kamis, 15 Agustus 2013

REALITA VS IDEALITA “JILID 3”



Kemarin aku berjalan-jalan ke alun-alun kota. Kota yang memberiku pembelajaran penting dalam hidupku. Setidaknya untuk 21 tahun ini. Hari itu mungkin sama seperti hari-hari biasanya. Penuh dengan muda-mudi yang sedang memadu kasih dengan pasangan mereka masing-masing. Rasa senang dan mendukung mereka atau rasa duka dan memaki mereka, mungkin dua opini inilah yang timbul ketika mata menemui fenomena seperti itu. Dan kita, atau mungkin aku, selalu bingung untuk memilih salah satu dari dua opini tersebut, sebagai sikap kita terhadap perkembangan muda-mudi generasi bangsa ini. Rasanya akupun juga sulit menentukan hal itu. Karena, jika kita bicara tentang hal di atas, tentu tak hanya sebuah pemikiran pragmatis yang kita gunakan, namun juga melibatkan sebuah pemikiran dari psikologi perkembangan dan sosiologi atau bahkan masih banyak lagi. Kesimpulannya adalah kita tak bisa memberikan pilihan sikap secara instan untuk muda-mudi yang sedang memadu kasih dengan pasangannya ini. Namun, aku mencoba untuk mencari sebuah opini baru. Opini yang mungkin bisa sedikit menggantikan kebimbangan dua opsi di atas. Memahami kembali hakikat cinta itu sendiri. Untuk apa cinta dan bagaimana kita menjaga cinta. Setidaknya itu bisa kita coba sebagai cara kita untuk memilih sikap atas romansa yang terjadi di kalangan remaja sekarang.
Mataku masih menjelajah seluruh pojok alun-alun. Aku coba menemukan pemandangan lain, selain pasangan muda-mudi yang tengah mengumbar asmara mereka. Namun, memang sebuah hal sulit, ketika kita menginginkan pemandangan lain di tempat seperti ini. Namun, beberapa saat kemudian, aku kembali dihadapkan dengan sebuah fakta unik. Lagi, aku menemui suatu fakta bahwa sulit itu bukan berarti tak bisa atau tak ada. Hanya saja, sulit itu terjadi ketika kita belum menemukan sesuatu itu. Hal ini karena terbatasnya ruang dan waktu bagi kita. Namun, ruang dan waktu yang membatasi kita, akan terpecahkan jika kita terus berusaha pantang menyerah. Dan rupanya hal ini menimpaku saat ini. Aku benar-benar menemukan pemandangan yang berbeda. Kulihat di alun-alun bagian selatan segerombolan laki-laki yang tak bersama pasangannya. Beberapa orang sedang latihan breakdance, hunting foto, sekedar bermain laptop atau smartphone. Setidaknya itulah yang mereka lakukan tanpa pasangannya di alun-alun ini.
Rupanya tak hanya kaum Adam saja yang menikmati kesendiriannya di alun-alun ini. Kulihat sekelompok kaum Hawa begitu riang menikmati keteduhan alun-alun ini tanpa pasangannya. Mereka terlihat sangat narsis sekali dengan Smartphone mereka. Aku terus perhatikan mereka. Nampaknya mereka juga menyadari bahwa mataku tak henti memandanginya. Mereka saling berbisik satu sama lain. Seolah mereka sedang merancang suatu strategi jitu untuk memusnahkanku. Namun, aku masih enggan melepaskan pandanganku dari mereka. Semakin lama semakin tajam aku menatap mereka. Mataku tak mau lepas dari sesosok gadis di antara mereka. Gadis yang sedari tadi asyik memotret merpati dan beringin di sekitarnya. Ia terlihat sangat berbeda dari gadis-gadis yang kujumpai selama di alun-alun ini. Ia begitu menawan. Eksotis sekali.
Lama aku memperhatikannya. Hal ini ternyata mengundang rasa curiga teman-temannya. Akhirnya ia menyadari kalau aku sedari tadi mengamati gerak-geriknya. Tentu saja ini karena campur tangan dari teman-temannya. Tiba-tiba, dengan semangat 45, mereka bergegas meninggalkan tempat mereka. Sepertinya mereka ingin mencari kopi. Karena mereka berjalan menuju café di barat alun-alun. Atau mungkin saja mereka takut dan tidak nyaman dengan kehadiran pandanganku di setiap gerak-gerik mereka. Entahlah! Toh, hanya mereka sendiri yang tahu alasannya.
Akupun juga telah bosan mengitari alun-alun ini. Seharusnya keteduhan alun-alun ini bisa meneduhkan jiwa ini. Namun, memang realita itu cukup sulit jika harus sinkron dengan idealita. Namun, setidaknya gadis itulah yang membuat jalan-jalanku hari ini lebih bermakna. Dan dialah alasanku untuk kembali jalan-jalan di alun-alun ini. Mungkin esok, lusa, atau mungkin minggu depan. Dan harus aku akui juga, bahwa aku memberi penilaian salah terhadap alun-alun ini. Karena pada akhirnya aku menemukan sesosok wanita yang membuat hati ini berdebar kencang dan rasa penasaran tiada henti. Jadi, berhenti berpikir stereotip –penilaian negatif atau memberi stigma negatif- terhadap apa yang kau jumpai. Karena sering pandangan kita tertipu dengan idealis kita.

BEK130592

Tidak ada komentar:

Posting Komentar