Masih
seperti biasa. Hari ini aku masih menjalani aktivitas rutin yang selama ini
setia denganku. Pergi ke kampus guna mengemis ilmu, atau dalam bahasa
sederhananya kuliah. Tak ada yang berbeda antara hari ini maupun hari kemarin. Niat
dan semangat yang masih sama, begitupun keadaan fisik yang sama juga: masih
dalam keadaan sakit yang tak bergengsi, yakni flu. Tak hanya pada diri, namun
keadaan sekitarpun juga sama seperti hari-hari biasanya. Lalu lalang kendaraan
yang selalu mengiringi perjalananku ke gedung asri penuh ilmu itu. Dan jika
boleh jujur, hal semacam inilah yang membuat aku jenuh untuk kuliah di kota
sendiri. Keadaan yang tak dinamis. Padahal dalam hidup, bukankah kita
memerlukan kedinamisan agar selalu mendapat pelajaran dan pengalaman yang
berbeda, anda setuju bukan? Namun, semakin aku melontarkan
pertanyaan-pertanyaan itu, semakin aku menderita dan semakin pula menunjukkan
bahwa aku ini adalah orang yang tak bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Adil.
Karena Tuhan dan Utusan-NYA telah memberikan wejangan kepada kita, bahwa kita
tidak boleh bersedih dan mengeluhkan segala sesuatu, karena segala sesuatu itu
telah digariskan dan diberikan kebaikan darinya untuk kita. Selain itu,
bukankah kita juga telah menyepakati, bahwa hidup kita adalah hari ini, jadi
jalani hari ini sebaik mungkin, jalankan apa yang telah kita genggam dan jangan
mengeluh, berikan yang terbaik untuk hari ini, niscaya dampaknya juga akan kita
rasakan kelak di masa depan. Bukankah kita semua –secara tidak langsung- telah
menyepakati wejangan di atas?
Dan
mungkin apa yang aku lakukan selama ini, rutinitas sehari-hariku, adalah
prototype dari wejangan di atas. Kuncinya hanya satu: Ikhlas. Karena hidup yang
kita jalani ini serba titipan dari Sang Ilahi. Bukan maksud untuk aku
menyombongkan diri, namun hanya sekedar penghibur diri saja. Terutama diri ini
dan bagi diri-diri yang lain.
Beberapa
jam telah aku lalui di kampus rindang ini. Entah berapa kali aku mondar-mandir
keluar masuk ruangan untuk mengikuti kuliah dari Dosen. Yang jelas aku tak mau
perhitungan akan hal itu. Karena jika dihitung, aku lebih banyak mendapat ilmu
dari mereka daripada berapa banyak aku mencari-cari mereka. Sepintas aku
melihat, jauh di sana di lantai satu, kulihat segerombol mahasiswa pria wanita.
Dari gerak-geriknya, aku perhatikan sepertinya mereka sedang musyawarah. Dan
yang lebih menahanku untuk berpaling dari mereka adalah wajah mereka.
Sepertinya wajah mereka sudah lama sekali tinggal diingatanku. Wajah yang tak
mungkin salah. Rupanya mereka adalah kawan-kawanku dalam berorganisasi. Cukup
kaget juga aku melihat mereka. Tumben sekali mereka di gedung ini. Gedung yang
menakutkan bagi mereka. Entah bagaimanapun alasan dari mereka, yang jelas
mereka tak mau datang ke gedung ini. Lebih tepatnya mereka tak mau untuk
kuliah. Mereka lebih suka akan organisasi mereka. Menurut mereka organisasi
jauh lebih memberikan pengalaman dan ilmu yang nyata kepada mereka daripada
kuliah di kelas bersama dosen. Memang itu bisa dikatakan benar adanya. Tapi, bukankah
kita dalam menuntut ilmu itu harus ada gurunya, agar ilmu kita menjadi berkah
dan kita tidak menjadi orang yang “pinter keblinger”. Dan satu hal lagi yang
sangat penting adalah niat dan tujuan awal kita datang ke kampus. Bukankah saat
pertama kali kita menginjakkan kaki di kampus, kita mempunyai niat dan tujuan
untuk kuliah, bukan untuk yang lain. Dan bukankah yang lain itu –semisal
organisasi- baru kita dapat saat kita sudah cukup beradaptasi di kampus. Lalu
jikalau kita melalaikan kuliah dan lebih mementingkan organisasi, dimanakah
tanggungjawab kita? Ketika niat dan tujuan di atas kita bawa ke ranah
tanggungjawab, maka tanggungjawab kita sangatlah komplek. Kita tak hanya
mempertanggungjawabkan niat dan tujuan itu kepada diri kita, melainkan juga kepada
orang tua/keluarga dan juga kepada Tuhan. Bukannya saya melarang untuk ikut
organisasi, saya sangat mendukung dan senang jika ada mahasiswa yang aktif
organisasi –entah organisasi intra atau ekstra kampus- yang saya larang dan
tidak saya senangi adalah menduakan kuliah di kelas demi organisasi. Bukan
bermaksud sombong, saya juga aktif di organisasi -intra maupun ekstra kampus-
namun saya tak pernah menduakan akademik saya. Bagiku akademik tetaplah tujuan
yang pertama dan organisasi adalah yang kedua.
Ketika
kita pamit kepada orang tua untuk menginjakkan kaki di kampus, tentu kita
mengatakan kita akan kuliah (bersama dosen di kelas) dan ini adalah sebuah
janji kita kita kepada orang tua. Dan seperti yang sudah kita ketahui bersama,
kita wajib untuk menjaga janji dan menjaga amanat dari orang tua. Ingat tujuan
kita dari rumah. Dan jangan lalaikan mengapa kita diberi nama mahasiswa.
BEK130592
Tidak ada komentar:
Posting Komentar