Translate

Jumat, 16 Agustus 2013

LALAI



Kuliah hari ini terasa begitu membosankan. Selain karena kondisi raga yang tidak begitu baik, juga karena ribuan tugas yang terus menghantui diri ini. Tak hanya tugas dari kelas, namun juga tugas yang mengejar lewat organisasi. Rasanya tugas tak akan pernah berhenti untuk mengejarku. Lain halnya dengan kedua tugas tadi, tugas dari rumah pun juga semakin menumpuk. Atau yang lebih ekstrem lagi adalah tugas dari hati. Tugas yang sebenarnya cukup mulia. Namun sayangnya tugas ini menjadi hina karena attitude negative yang dimiliki sebagian besar pengemban tugas atau justru pemilik hati itu sendiri. Jelas sekali bahwa tugas yang satu ini cukup mulia. Bagaimana tidak. Kita, khususnya saya sebagai lelaki, ditugaskan untuk mencari potongan tulang rusuk kita. Kita ditugaskan oleh hati untuk menjalankan ibadah dan sunnah Rasul yang cukup penting. Kita diharuskan untuk mencari tambatan hati. Dan kelak itu akan menjadi pendamping hidup kita hingga raga telah dikubur dan jiwa telah kembali kepada-NYA. Bukankah itu sangat mulia? Kita diberi tugas untuk mencukupi kebutuhan nafsu kita, namun itu bukanlah dosa melainkan ibadah dan pemenuhan amanat Tuhan dan Rasul.
Namun, masalahnya sekarang ini yang terjadi adalah sebuah pengkhianatan terhadap tugas mulia hati ini. Kita sebagai manusia yang mengklaim diri sebagai makhluk sempurna, sering sekali membelot dalam pemenuhan amanat ini. Manusialah yang menghancurkan tugas mulia ini. Mengapa demikian? Bukankah sudah jelas, bahwa kita memang diperintah untuk mencari tambatan hati. Namun, kita juga diperintahkan untuk meresmikan tambatan hati tersebut. Dalam bahasa sederhana, kita boleh bermesraan ataupun bergandengan dengan lawan jenis -yang biasanya itu kita sebut dengan pacaran- dengan catatan kita sudah meresmikan tambatan hati kita, atau dalam bahasa yang lebih sederhana menikah lebih dulu sebelum pacaran.
Memang kalau kita mengaku sebagai orang yang berpancasila dan beragama, seharusnya adalah seperti itu. Karena itulah ketentuannya. Namun, mayoritas manusia mengatakan bahwa itu adalah sebuah aturan yang tak logis dan tak sesuai perkembangan jaman. Marilah kita sama-sama berpikir: aturan religi yang mengatur kita atau jaman yang kita jadikan aturan? Yang jelas agama adalah tuntunan sempurna untuk kita menggapai kebahagiaan yang hakiki. Semua kembali kepada kita. Dan ingat segala pilihan ada konsekuensinya masing-masing. Semoga kita selalu memilih agama dalam segala tindakan.
BEK130592

Tidak ada komentar:

Posting Komentar