Translate

Rabu, 14 Agustus 2013

KESEMUAN “EPISODE 1”


Sang langit hari ini begitu bahagia. Ia terlihat sangat cerah sekali. Layaknya sang langit, jiwa ini juga begitu cerah sekali. Hari ini aku sangat bahagia. Entah aku juga tak tahu. Gerangan apa yang membuat hati ini begitu bahagia. Tapi yang jelas, hari ini aku sudah terbebas dari bermacam-macam tugas. Baik itu tugas akhir sekolah ataupun tugas di rumah. Ujian Nasional telah usai dan hasil juga sangat menyenangkan. Ujian akhir sekolah dan ujian praktek juga demikian. Sementara tugas di rumah juga sudah kelar semua. Jadi, hanya satu yang perlu aku kejar: jatah liburan.
Dan jatah liburan itu sepertinya hari ini cukup tergantikan dengan adanya teman-teman tergokil di sekelilingku. Iya, kami hampir satu minggu lebih tidak bertemu. Dan hari ini kami semua dipertemukan di tempat sehari-hari kami mengukir kenangan indah, yakni SMA tercinta. Hari ini agenda kami adalah mengurus ijazah kami dan dokumen-dokumen lain. Serta banyak juga di antara kami yang hari ini berkonsultasi dan mempersiapkan dokumen-dokumen untuk keperluan melanjutkan studi kami, yakni persiapan masuk Perguruan Tinggi.
Aku cukup heran dan tertawa sendiri melihat tingkah teman-teman hari ini. Mereka semua sok sibuk dengan urusan mereka sendiri. Seolah-olah hari ini mereka menjadi makhluk yang individualis dan tak kenal satu sama lain. Padahal, sebelumnya mereka selalu kompak kemanapun mereka pergi. Seolah-olah ada yang kurang jika berjalan tanpa bersama-sama dengan teman-teman. Namun, jujur pemandangan seperti inilah yang justru semakin membuat aku mencintai mereka sebagai temanku. Mereka sangat bervariasi dan dinamis sebagai manusia.
Ruangan BK yang biasanya ditakuti oleh mereka, hari ini berubah 360 derajat. Sangat ramai sekali. Mereka seakan-akan mendapatkan emas jika datang di ruang BK. Berbeda denganku. Hari ini aku datang ke sini bukan untuk ikut-ikutan dengan mereka. Namun, aku hanya mengurus ijazahku dan menghilangkan rasa kangenku terhadap sekolah ini, terhadap teman-teman, dan terhadap semua tentang SMA ini.
Aku duduk santai di depan ruang kelas. Kulihat lalu lalang teman-teman yang menuju ruang BK. Bahkan di antara mereka ada yang tidak sempat menyapa atau melihat keberadaanku di sini. Sungguh ini adalah hal yang lucu dari mereka. Sisi manusiawi mereka yang lain. Begitu nyaman keadaan di sini: udara yang mendamaikan dan pemandangan teman-teman yang sok sibuk. Semua menjadi satu membawa simponi kedamaian jiwa. Tiba-tiba ada sesuatu yang mengagetkanku. Sepertinya ada yang menepuk bahuku dari belakang. Seorang perempuan. Terdengar dari sapaannya yang halus. Sepertinya aku kenal dia. Tak asing lagi di telingaku.
“Hay… ngapain sendiri di sini? Nggak ikut antre dengan teman-teman di sana?” Sambil dia menunjuk ruang BK dan memberikan senyuman yang selama ini mempesonakan aku. Iya, dia adalah Rahayu. Teman sekelasku. Sebenarnya cukup jauh jika dikatakan teman. Bisa dibilang kami lebih dari sekedar teman, hubungan kami sangat dekat. Dan hubungan kami ini telah berjalan hampir dua tahun. Kami memang tidak pacaran, tapi hubungan kami seperti layaknya dua insan yang sedang berpacaran. Ada saat dimana kami saling cemburu dan marahan satu sama lain. Ada juga saat dimana kami sangat mesra satu sama lain. Memang aneh dengan hubungan kami ini. Akupun juga tak mengerti dengan hubungan ini. Dan hampir setiap hari aku selalu mendapat pertanyaan dari teman-teman. Pertanyaan yang selalu sama dan pertanyaan yang selalu aku hindari: “kalian sudah jadian belum?” Tak hanya pertanyaan seperti itu yang selalu aku dapatkan dari mereka, tapi juga lelucon-lelucon yang kadang membuat kami berdua malu: “wah ada pengantin baru nih…” Dua hal itu yang menjadi suatu hal menakutkan, setidaknya untuk kami berdua.
“Heh… ditanya kok malah ngelamun sih? Hayyo ngelamunin apa?” Kembali dia menepuk pundakku untuk kedua kalinya. Sehingga menyadarkanku dari pikiran yang melayang-layang mencari jawaban atas hubungan kami.
“Oh… maaf, bukan ngelamun, hanya heran saja melihat mereka secara tiba-tiba sangat menyukai ruang BK, padahal kan biasanya mereka anti-BK. By the way kamu kok nggak ikut kesana?” Aku menatap matanya mencoba mencari sendiri jawaban atas pertanyaanku.
Dia tersenyum. “Kamu ini… ditanya malah balik nanya. Sebenarnya aku juga mau ke sana, tapi berhubung masih ramai dan bertemu kamu di sini, jadi ya ngobrol sama kamu aja. Kamu sendiri?”
Cukup kaget aku mendengar ucapannya. Ada rasa tak percaya kalau dia mengatakan hal itu, tapi juga ada rasa senang kala mendengar hal itu. Dengan cepat aku menyadarkan diri dari lamunan. “Oh begitu ya… jadi GR aku. Hahaha. Males sekali aku ke sana. Lagipula kuliahku juga masih lama kok pendaftaran dan seleksi masuknya. Menurutku tak perlu kok kita repot-repot konsultasi dengan guru BK. Cukup kita yakin akan pilihan kita, dan jalani dengan sepenuh hati pilihan itu. Lagipula jika kita bingung, bukankah lebih baik kita berkonsultasi dengan Tuhan? Dia kan Yang Maha Segalanya.”
Kulihat Rahayu. Dia tampak serius memandang ke arahku. Namun, sedikit demi sedikit senyuman mempesona itu kembali pecah menghiasi bibir kecilnya. “Yup, benar sekali. Aku setuju denganmu. Tapi juga tidak ada salahnya kok kalau kita berkonsultasi dengan orang yang lebih berpengalaman dari kita. Kan bisa nambah wawasan juga. By the way kamu mau kuliah ke mana sih?”
Aku hanya diam dan menggelengkan kepala. Tapi ternyata dia tidak menerima begitu saja. Dia bertanya lagi kepadaku. Dan kali ini dengan nada yang sedikit tinggi. “Loh… kamu ini gimana sih? Tadi katanya masih lama pendaftaran dan seleksi masuknya, sekarang ditanya mau kuliah dimana malah geleng-geleng tak tahu. Aneh kamu ini!”
Aku hanya tersenyum mendengar dia berkata dengan nada tinggi. Bagiku ini cukup lucu dan justru membuat aku semakin menyukainya. Aku pandang ia, kumasuki cahaya matanya. “Bukannya aku tak tahu, hanya saja aku tak mau kasih tahu kamu. Ke mana aku akan kuliah, hanya aku, orang tua, dan Tuhan yang tahu. Selain mereka, tak ada yang tahu. Termasuk kamu. Dan juga kamu tidak perlu memberi tahu aku, ke mana kamu akan melanjutkan studimu.”
Dia terdiam dan menatapku dengan tajam. “Tapi kenapa? Kenapa kamu…”
“Sudahlah…biarkan hal ini menjadi kejutan bagi kita semua. Terutama kita berdua. Dan percayalah, kalau kita jodoh, pasti kita akan bertemu kembali dalam satu tempat menuntut ilmu.” Aku memotong ucapannya. Mendengar kata-kataku, dia hanya tersenyum. Manis sekali. Dan akhirnya kamipun tak kuasa untuk menahan tawa kami.
Cukup lama kami berduaan. Hingga akhirnya salah seorang teman wanita kami, yang juga salah satu sahabat Rahayu, menyapa kami. Memecah romansa kami. Dan akhirnya Rahayu pergi bersama sahabatnya ke ruang BK, meninggalkan aku sendiri di sini bersama romansa semu yang baru saja kami berdua ukir.
Sejenak aku berpikir. Sebenarnya aku sangat heran. Kami berdua sudah tahu tentang perasaan kami masing-masing, namun anehnya kami belum juga meresmikan hubungan kami. Aku juga berpikir, mungkin dia sangat menanti diriku mengungkapkan rasa ini padanya. Atau sebenarnya dia ingin mengungkapkannya terlebih dulu, namun berhubung dia perempuan, dia malu. Atau bagaimana? Entahlah aku juga tak tahu. Tapi satu hal yang jelas dan aku tahu, bahwa aku sangat menyayanginya. Aku tak ingin kehilangan dia. Aku sangat bahagia ketika melihat dia bahagia. Dan aku juga tak ingin kebahagiaan ini hilang begitu saja karena suatu hubungan yang disebut “pacaran”. Bukannya aku tak berani berkomitmen untuk menjalin sebuah hubungan, namun aku sangat menyayanginya dan ingin memilikinya lebih dari sekedar pacar. Karena dialah cinta terakhir hati ini. Dan aku harap dia juga tahu dan merasakan apa yang aku rasa untuknya.
“Hoe… ngapain loe di sini? Sendirian pula? Ayo ke masjid, udah adzan tuh!” Suara itu tiba-tiba terdengar keras di telingaku, disertai tepukan pada kedua lenganku. Aku menoleh ke belakang dengan perasaan kaget. Ternyata Manda. Teman sejak dari SMP. Tapi selalu beda kelas denganku. Eits… jangan salah, walau namanya Manda, tapi dia adalah seorang laki-laki. Dengan tubuh yang kurus dan tinggi yang melangit, serta rambut kribo mirip Valentino Rossi sebelum potong rambut. Itulah yang membuat ia terlihat mencolok dibanding lainnya. Tapi dia adalah salah satu murid yang jenius. Kemana-mana ia selalu membawa kalkulator kecil dan bolpoin yang ia taruh di sakunya.
Tanpa berkata-kata aku langsung berdiri, mengiyakan ajakannya. Kami berdua berjalan bersama menuju masjid. Dan aku akhirnya meninggalkan tempat itu. Tempat dimana aku mengukir romansa indah bersama Rahayu. Tempat dan waktu terakhir kami berduaan. Karena setelah kejadian itu kami sama-sama sibuk dengan pendaftaran dan seleksi kuliah kami masing-masing. Bahkan kami tak pernah berhubungan walaupun lewat HP atau sosial network lainnya. Karena kesulitan dana untuk mendaftarkan diri di Perguruan Tinggi, aku putuskan untuk menjual HP-ku. Dan sejak saat itulah aku kehilangan koneksi dengan dia dan teman-teman lainnya. Tapi inilah pilihanku, dan aku yakin akan hal ini. Karena semua akan indah pada waktunya. Dan kapan waktu itu akan tiba? Hanya Tuhan yang tahu.
  
BEK130592

Tidak ada komentar:

Posting Komentar