Sang
langit hari ini begitu bahagia. Ia terlihat sangat cerah sekali. Layaknya sang
langit, jiwa ini juga begitu cerah sekali. Hari ini aku sangat bahagia. Entah
aku juga tak tahu. Gerangan apa yang membuat hati ini begitu bahagia. Tapi yang
jelas, hari ini aku sudah terbebas dari bermacam-macam tugas. Baik itu tugas
akhir sekolah ataupun tugas di rumah. Ujian Nasional telah usai dan hasil juga
sangat menyenangkan. Ujian akhir sekolah dan ujian praktek juga demikian.
Sementara tugas di rumah juga sudah kelar semua. Jadi, hanya satu yang perlu
aku kejar: jatah liburan.
Dan
jatah liburan itu sepertinya hari ini cukup tergantikan dengan adanya
teman-teman tergokil di sekelilingku. Iya, kami hampir satu minggu lebih tidak
bertemu. Dan hari ini kami semua dipertemukan di tempat sehari-hari kami
mengukir kenangan indah, yakni SMA tercinta. Hari ini agenda kami adalah
mengurus ijazah kami dan dokumen-dokumen lain. Serta banyak juga di antara kami
yang hari ini berkonsultasi dan mempersiapkan dokumen-dokumen untuk keperluan
melanjutkan studi kami, yakni persiapan masuk Perguruan Tinggi.
Aku
cukup heran dan tertawa sendiri melihat tingkah teman-teman hari ini. Mereka
semua sok sibuk dengan urusan mereka sendiri. Seolah-olah hari ini mereka menjadi
makhluk yang individualis dan tak kenal satu sama lain. Padahal, sebelumnya
mereka selalu kompak kemanapun mereka pergi. Seolah-olah ada yang kurang jika
berjalan tanpa bersama-sama dengan teman-teman. Namun, jujur pemandangan
seperti inilah yang justru semakin membuat aku mencintai mereka sebagai
temanku. Mereka sangat bervariasi dan dinamis sebagai manusia.
Ruangan
BK yang biasanya ditakuti oleh mereka, hari ini berubah 360 derajat. Sangat
ramai sekali. Mereka seakan-akan mendapatkan emas jika datang di ruang BK.
Berbeda denganku. Hari ini aku datang ke sini bukan untuk ikut-ikutan dengan
mereka. Namun, aku hanya mengurus ijazahku dan menghilangkan rasa kangenku
terhadap sekolah ini, terhadap teman-teman, dan terhadap semua tentang SMA ini.
Aku
duduk santai di depan ruang kelas. Kulihat lalu lalang teman-teman yang menuju
ruang BK. Bahkan di antara mereka ada yang tidak sempat menyapa atau melihat
keberadaanku di sini. Sungguh ini adalah hal yang lucu dari mereka. Sisi
manusiawi mereka yang lain. Begitu nyaman keadaan di sini: udara yang
mendamaikan dan pemandangan teman-teman yang sok sibuk. Semua menjadi satu
membawa simponi kedamaian jiwa. Tiba-tiba ada sesuatu yang mengagetkanku.
Sepertinya ada yang menepuk bahuku dari belakang. Seorang perempuan. Terdengar
dari sapaannya yang halus. Sepertinya aku kenal dia. Tak asing lagi di
telingaku.
“Hay…
ngapain sendiri di sini? Nggak ikut antre dengan teman-teman di sana?” Sambil
dia menunjuk ruang BK dan memberikan senyuman yang selama ini mempesonakan aku.
Iya, dia adalah Rahayu. Teman sekelasku. Sebenarnya cukup jauh jika dikatakan
teman. Bisa dibilang kami lebih dari sekedar teman, hubungan kami sangat dekat.
Dan hubungan kami ini telah berjalan hampir dua tahun. Kami memang tidak
pacaran, tapi hubungan kami seperti layaknya dua insan yang sedang berpacaran.
Ada saat dimana kami saling cemburu dan marahan satu sama lain. Ada juga saat
dimana kami sangat mesra satu sama lain. Memang aneh dengan hubungan kami ini.
Akupun juga tak mengerti dengan hubungan ini. Dan hampir setiap hari aku selalu
mendapat pertanyaan dari teman-teman. Pertanyaan yang selalu sama dan
pertanyaan yang selalu aku hindari: “kalian sudah jadian belum?” Tak hanya
pertanyaan seperti itu yang selalu aku dapatkan dari mereka, tapi juga lelucon-lelucon
yang kadang membuat kami berdua malu: “wah ada pengantin baru nih…” Dua hal itu
yang menjadi suatu hal menakutkan, setidaknya untuk kami berdua.
“Heh…
ditanya kok malah ngelamun sih? Hayyo ngelamunin apa?” Kembali dia menepuk
pundakku untuk kedua kalinya. Sehingga menyadarkanku dari pikiran yang
melayang-layang mencari jawaban atas hubungan kami.
“Oh…
maaf, bukan ngelamun, hanya heran saja melihat mereka secara tiba-tiba sangat
menyukai ruang BK, padahal kan biasanya mereka anti-BK. By the way kamu kok
nggak ikut kesana?” Aku menatap matanya mencoba mencari sendiri jawaban atas
pertanyaanku.
Dia
tersenyum. “Kamu ini… ditanya malah balik nanya. Sebenarnya aku juga mau ke
sana, tapi berhubung masih ramai dan bertemu kamu di sini, jadi ya ngobrol sama
kamu aja. Kamu sendiri?”
Cukup
kaget aku mendengar ucapannya. Ada rasa tak percaya kalau dia mengatakan hal
itu, tapi juga ada rasa senang kala mendengar hal itu. Dengan cepat aku
menyadarkan diri dari lamunan. “Oh begitu ya… jadi GR aku. Hahaha. Males sekali
aku ke sana. Lagipula kuliahku juga masih lama kok pendaftaran dan seleksi
masuknya. Menurutku tak perlu kok kita repot-repot konsultasi dengan guru BK.
Cukup kita yakin akan pilihan kita, dan jalani dengan sepenuh hati pilihan itu.
Lagipula jika kita bingung, bukankah lebih baik kita berkonsultasi dengan
Tuhan? Dia kan Yang Maha Segalanya.”
Kulihat
Rahayu. Dia tampak serius memandang ke arahku. Namun, sedikit demi sedikit
senyuman mempesona itu kembali pecah menghiasi bibir kecilnya. “Yup, benar
sekali. Aku setuju denganmu. Tapi juga tidak ada salahnya kok kalau kita
berkonsultasi dengan orang yang lebih berpengalaman dari kita. Kan bisa nambah
wawasan juga. By the way kamu mau kuliah ke mana sih?”
Aku
hanya diam dan menggelengkan kepala. Tapi ternyata dia tidak menerima begitu
saja. Dia bertanya lagi kepadaku. Dan kali ini dengan nada yang sedikit tinggi.
“Loh… kamu ini gimana sih? Tadi katanya masih lama pendaftaran dan seleksi
masuknya, sekarang ditanya mau kuliah dimana malah geleng-geleng tak tahu. Aneh
kamu ini!”
Aku
hanya tersenyum mendengar dia berkata dengan nada tinggi. Bagiku ini cukup lucu
dan justru membuat aku semakin menyukainya. Aku pandang ia, kumasuki cahaya
matanya. “Bukannya aku tak tahu, hanya saja aku tak mau kasih tahu kamu. Ke
mana aku akan kuliah, hanya aku, orang tua, dan Tuhan yang tahu. Selain mereka,
tak ada yang tahu. Termasuk kamu. Dan juga kamu tidak perlu memberi tahu aku,
ke mana kamu akan melanjutkan studimu.”
Dia
terdiam dan menatapku dengan tajam. “Tapi kenapa? Kenapa kamu…”
“Sudahlah…biarkan
hal ini menjadi kejutan bagi kita semua. Terutama kita berdua. Dan percayalah,
kalau kita jodoh, pasti kita akan bertemu kembali dalam satu tempat menuntut
ilmu.” Aku memotong ucapannya. Mendengar kata-kataku, dia hanya tersenyum. Manis
sekali. Dan akhirnya kamipun tak kuasa untuk menahan tawa kami.
Cukup
lama kami berduaan. Hingga akhirnya salah seorang teman wanita kami, yang juga
salah satu sahabat Rahayu, menyapa kami. Memecah romansa kami. Dan akhirnya
Rahayu pergi bersama sahabatnya ke ruang BK, meninggalkan aku sendiri di sini
bersama romansa semu yang baru saja kami berdua ukir.
Sejenak
aku berpikir. Sebenarnya aku sangat heran. Kami berdua sudah tahu tentang
perasaan kami masing-masing, namun anehnya kami belum juga meresmikan hubungan
kami. Aku juga berpikir, mungkin dia sangat menanti diriku mengungkapkan rasa
ini padanya. Atau sebenarnya dia ingin mengungkapkannya terlebih dulu, namun
berhubung dia perempuan, dia malu. Atau bagaimana? Entahlah aku juga tak tahu.
Tapi satu hal yang jelas dan aku tahu, bahwa aku sangat menyayanginya. Aku tak
ingin kehilangan dia. Aku sangat bahagia ketika melihat dia bahagia. Dan aku
juga tak ingin kebahagiaan ini hilang begitu saja karena suatu hubungan yang
disebut “pacaran”. Bukannya aku tak berani berkomitmen untuk menjalin sebuah
hubungan, namun aku sangat menyayanginya dan ingin memilikinya lebih dari
sekedar pacar. Karena dialah cinta terakhir hati ini. Dan aku harap dia juga
tahu dan merasakan apa yang aku rasa untuknya.
“Hoe…
ngapain loe di sini? Sendirian pula? Ayo ke masjid, udah adzan tuh!” Suara itu
tiba-tiba terdengar keras di telingaku, disertai tepukan pada kedua lenganku.
Aku menoleh ke belakang dengan perasaan kaget. Ternyata Manda. Teman sejak dari
SMP. Tapi selalu beda kelas denganku. Eits… jangan salah, walau namanya Manda,
tapi dia adalah seorang laki-laki. Dengan tubuh yang kurus dan tinggi yang
melangit, serta rambut kribo mirip Valentino Rossi sebelum potong rambut.
Itulah yang membuat ia terlihat mencolok dibanding lainnya. Tapi dia adalah
salah satu murid yang jenius. Kemana-mana ia selalu membawa kalkulator kecil
dan bolpoin yang ia taruh di sakunya.
Tanpa
berkata-kata aku langsung berdiri, mengiyakan ajakannya. Kami berdua berjalan
bersama menuju masjid. Dan aku akhirnya meninggalkan tempat itu. Tempat dimana
aku mengukir romansa indah bersama Rahayu. Tempat dan waktu terakhir kami
berduaan. Karena setelah kejadian itu kami sama-sama sibuk dengan pendaftaran
dan seleksi kuliah kami masing-masing. Bahkan kami tak pernah berhubungan
walaupun lewat HP atau sosial network lainnya. Karena kesulitan dana untuk
mendaftarkan diri di Perguruan Tinggi, aku putuskan untuk menjual HP-ku. Dan
sejak saat itulah aku kehilangan koneksi dengan dia dan teman-teman lainnya.
Tapi inilah pilihanku, dan aku yakin akan hal ini. Karena semua akan indah pada
waktunya. Dan kapan waktu itu akan tiba? Hanya Tuhan yang tahu.
BEK130592
Tidak ada komentar:
Posting Komentar