Seperti
malam-malam sebelumnya, aku selalu mengurung diri di kamar. Bukan karena
bertengkar dengan orang tua atau karena patah hati, namun karena tugas dari
sekolah-lah yang memaksaku untuk melupakan acara favorit sebagian besar kalangan
pelajar –yakni Opera Van Java- dan lebih memilih mengurung diri di kamar dalam
satu minggu terakhir ini. Ini sebenarnya memang menyakitkan, tapi bagaimanapun
juga kita harus bertanggungjawab dan konsekuen dengan profesi kita, yakni
pelajar. Dan sebagai pelajar konsekuensinya adalah belajar dan mengerjakan
tugas apapun situasi dan kondisinya.
Malam
ini cukup berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Biasanya aku menatap ribuan
kata di kertas ditemani dengan kipas angin, tapi malam ini selimut dan jaket
tebal adalah penolongku menghadapi ribuan kata-kata yang seakan membunuh
otakku. Malam ini begitu dingin. Selaras dengan suasana hati yang sekian lama
membeku karena tak ada cinta seorang perempuan yang berhasil menghangatkannya.
Sejenak aku merebahkan diri di karpet yang berada tepat di belakang meja
belajar. Aku tersenyum sendiri ketika mengingat sebuah pertanyaan dari teman: “kamu itu bagaimana, motor sudah punya,
tampang juga keren, otak juga termasuk pintar, tapi cewek tak punya, bagaimana
kamu ini?”
Sempat
terlintas untuk mencari yang namanya pacar. Mungkin memang sudah saatnya aku
punya seorang tambatan hati. Apalagi aku sudah kelas 2 SMA. Lantas, siapa yang
akan kujadikan pacar? Apakah teman SMP sekelasku dulu, yang pernah aku taksir?
Atau teman sekelas pada waktu kelas 1 SMA, yang bisa dibilang cukup dekat
denganku saat ini? Atau siapa?
Pertanyaan
itu seakan menusuk-nusuk hati dan pikiranku secara perlahan. Namun, segera aku
mengeluarkan angan-anganku dari jebakan gelap. Kuarahkan angan-anganku untuk
menghibur diri: “Jodoh ditangan Tuhan,
dan akan Tuhan amanatkan kepada kita suatu saat jika kita telah siap”. Iya,
mungkin seperti itulah. Lebih baik aku selesaikan tugasku dengan baik dan
benar.
Di
tengah konsentrasiku untuk menuntaskan tugas, tiba-tiba aku dikejutkan dengan
suara dari benda mungil yang kadang menyenangkan tapi juga menjerumuskan.
Ternyata ada sms di HP-ku. Awalnya sempat terkejut aku membuka sms itu. Sms
dari Devi. “Gila ini anak. Sudah jam 12
malam masih ‘melek’. Lagipula tumben juga ia sms, ada apa ini?” Gumamku
dalam hati.
“Selamat
malam.. Sudah tidur apa belum? Besok ada PR apa? Kalau belum balas ya?” Bunyi
sms dari Devi. Sebenarnya cukup kesal juga aku, tengah malam sms cuma mau tanya
PR. Dengan berat aku membalasnya. Itung-itung membantu teman.
“Selamat
malam juga.. Belum tidur.. Besok PR-nya Matematika, Biologi, dan Fisika.
Semuanya di modul, lanjutannya yang kemarin. By the way, kok belum tidur juga?”
“Hehehe..
Sudah tidur tadi habis magrib.. Ini baru bangun. Kamu kok belum tidur juga? Kok
banyak banget ya PR-nya?”
“Iya
banyak sekali.. Saya saja sampai belum tidur jam segini.. hahaha.”
“Hahaha..
Jangan dipaksakan.. kalau sudah ngantuk tidur saja, lagipula kan sudah tengah
malam ini.. hehehe.”
“Wah..
perhatian sekali.. hahaha” Walaupun terkesan candaan, namun dalam hati aku
berucap “Ini anak kelihatannya punya
perhatian yang tinggi.”
“Hahaha..
ya sudah dilanjutkan belajarnya.. saya juga mau belajar.”
“Oke..
jangan dipaksakan juga.. hahaha.”
Tak
ada lagi balasan sms berikutnya dari Devi. Mungkin dia memang sedang belajar
atau melanjutkan tidurnya, aku juga tak tahu. Tapi, ada satu hal yang terkesan
setelah itu. Alam bawah sadarku seperti bergerak sendiri memunculkan
momen-momen di mana saat aku berpapasan dengan dia. Di mana saat aku berjumpa
Devi untuk pertama kalinya. Di mana saat aku sedang berbincang dan bercanda ria
dengan Devi. Semua muncul tanpa perintah. Aku pun bingung. Kenapa semua bisa
terjadi? Ada apa? Mungkinkah aku jatuh cinta padanya? Atau apa? Ah.. entahlah!
Aku tak mau terjebak dalam kebimbangan dan prediksi tak berujung. Lebih baik
aku fokus pada tugas yang sebentar lagi akan menemui ujungnya. Bersamaan dengan
selesainya tugas yang sedari tadi membelenggu otakku, tiba-tiba aku kembali
mendengar suara sms dari HP kecilku. Aku buka sms. Sesuai dugaanku: Devi
membalas smsku.
“Sudah
tidurkah?” Dua kata yang membuat aku semakin penasaran dan membuat perasaan ini
berbeda dari biasanya.
“Belum..
baru selesai tugasku.. bagaimana dengan kamu? Sudah selesai?”
“Wah..
besok aku nyontek ya kalau begitu? Hehehe. Kalau Biologinya hampir selesai,
tapi Matematika dan Fisika sepertinya aku tidak bisa. Sudah ngantuk lagi..
hehehe.”
“Hahaha..
tidak perlu memaksa. Boleh-boleh saja kalau mau nyontek, asal tidak gratis.
Hahaha.”
“Hahaha..
dasar pelit.. J.”
“Ya
sudah.. aku tak tidur dulu ya.. sudah ngantuk. Ingat! Nggak perlu maksa, kalau
sudah ngantuk tidur saja. Haha.”
“Iya..
selamat tidur ya..”
“Selamat
tidur juga..”
Saling
berucap selamat tidur menjadi akhir dari percakapan sms kami. Namun entah
mengapa rasa senang dan berbeda terus menghinggapi diriku. Sepertinya memang
ada sesuatu di hati ini yang ingin ditujukan kepada Devi. Tapi apa itu? Akankah
cinta? Atau terimakasih? Atau tanda persahabatan? Atau apa? Keraguan inilah
yang semakin mendorongku untuk lebih mendekatinya. Untuk mencari jawaban dari
semua pertanyaan dan kebingungan yang melekat dalam hati. Dan mungkin hari-hari
bersama di sekolah adalah latar yang tepat untuk itu semua.
BEK130592
Tidak ada komentar:
Posting Komentar