Beberapa
bulan yang lalu saya pernah mengirimkan sms kepada salah seorang teman saya.
Dia adalah teman sekelas SMA dulu. Sekarang nasibnya lebih beruntung di
bandingkan denganku. Ia berkesempatan untuk meneruskan study-nya ke kota di
mana aku pernah bermimpi untuk bisa kuliah di sana. Kota Malang. Sebenarnya
dulu kami berdua juga sama-sama diterima di sana melalui jalur tes yang sama
pula. Namun, karena ternyata biaya yang selangit, aku harus merelakan impian
itu. Dan alhasil, lagi-lagi aku harus menetap dan belajar di kota di mana aku
di lahirkan. Tulungagung. Menjadi mahasiswa Perguruan Tinggi Islam di kota
sendiri, mungkin bukanlah sesuatu yang selama ini aku impikan. Tapi, memang
terkadang hidup ini harus bangun. Tak selamanya kita bisa berjalan di atas
mimpi kita. Terkadang kita harus terbangun dengan cara terjatuh. Dan ketika itu
terjadi, maka kita harus siap dengan segala sesuatu di dunia nyata kita. Kita
harus Realistis. Dan itu harus kita lakukan. Siap atau tidak siap.
Entah
kenapa, ketika itu rasanya begitu membosankan. Segala hal terasa sangat
mencekik dan menjenuhkan. Lagu yang biasanya menjadi penenang, kini berubah
menjadi alunan kematian bagi logika. Mentari yang sebelumnya menjadi penerang
hati, justru berubah haluan: menghitamkan kejernihan kalbu.
Tiba-tiba
mataku bergerak, melirik benda mungil yang sejak tadi tak beranjak dari meja di
sampingku. Lekas aku ambil benda itu. Kembali aku tak tahu apa yang harus aku
lakukan. Tiba-tiba jemariku bergerak menuliskan sebuah pesan: “Assalamu’alaikum”.
Lagi, hal yang sama terjadi: aku tak tahu apa yang harus aku lakukan setelah
melakukan sesuatu. Spontan ibu jariku memencet sebuah nama di kontak HP. Sebuah
nama yang tak asing. Sebuah nama yang rasanya begitu istimewa. Iya, dialah
Bunga.
Aku
kirim pesan itu kepada dia. Pesan yang cukup diplomatis. Satu kata yang
mempunyai makna mengagumkan. Satu kata berbunyi: “Assalamu’alaikum”. Sms-pun
terkirim. Namun, aku seperti orang yang kehilangan arah. Bingung. Kenapa aku
mengirim sms itu? Dan kenapa sms itu aku kirim kepada Bunga? Entahlah! Rasanya
begitu menyakitkan jika harus mengingat satu nama ini. Nama yang dulu menjadi
penerang kalbu sekaligus nama yang teristimewa di hati, kini menjadi mata pisau
yang tajam yang menusuk tepat di ulu hati ini. Namun, anehnya adalah hati ini
tetap mengharapkan nama itu bisa kembali menjadi penerang kegalauan rasa ini.
Lama
detik berlalu bersama kegalauan yang tiba-tiba aku rasakan. Namun, waktu
ternyata tak mengijinkan aku untuk terlalu lama hanyut dalam kegalauan. Dan hal
itu terbukti dengan getaran yang aku rasakan di tanganku, yang dari tadi
memegang HP. Aku lihat ternyata sms masuk. Begitu terkejutnya aku ketika aku
buka, ternyata Bunga membalas sms-ku. Ini adalah hal yang sangat langka.
Setidaknya untuk beberapa bulan terakhir. Iya, memang dalam beberapa bulan
terakhir saat aku sms Bunga, dia jarang atau bahkan tidak membalas sms-ku sama
sekali. Aku tak tahu apa yang terjadi. Apakah ini karena dia telah mempunyai
pacar? (Menurut berita yang sempat terdengar oleh telingaku, dia baru saja
jadian dengan seorang teman kami waktu SMA dulu). Ataukah ini karena ia sangat
sibuk dengan kuliah dan bisnisnya? Ataukah ini karena dia memang sudah
melupakan saya secara perlahan namun pasti? Entahlah. Aku tak ingin dipusingkan
dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Aku hanya ingin optimis bahwa Bunga adalah
jodoh yang selama ini aku cari dan aku nanti. Dan saat ini rasa optimisku
bertambah seiring balasan sms darinya.
“Wassalamu’alaikum.
Bagaimana kabarnya?” Cukup terkejut aku membacanya. Dia menanyakan kabar
tentangku.
“Alhamdulillah
baik, bagaimana dengan kamu? Tidak mudik kah?”
“Alhamdulillah
baik juga. Tidak, mau mudik rasanya males sekali.”
Begitu
bahagia aku membaca dan membalas sms darinya. Sepertinya aku telah menjadi
orang gila. Bagaimana tidak, aku tertawa sendiri, senyum-senyum sendiri.
Memang, cinta telah membuat kita menjadi gila dan buta.
Aku
balas sms darinya, walau cukup sulit aku mencari kata-kata yang tepat untuk
membalasnya. “Kenapa? Kan libur cukup lama, 3 hari lho.”
“Iya
sih.. tapi Bunga lagi galau, jadi ya males mau mudik. Hehehe.”
“Wah
galau? Galau kenapa? Punya pacar baru kok masih galau? Hehe.”
“Haha
galau karena hal lain.”
Jawaban
yang singkat. Rasanya kebahagiaan yang kurasakan hanyalah numpang lewat saja.
Sms singkat itu telah merusak dan menenggelamkan kebahagiaan itu ke dasar laut.
“Owh…
By the way kok belum tidur jam segini?” Terpaksa aku menanyakan hal itu, karena
aku sudah bingung, kata-kata apa yang harus aku keluarkan lagi agar komunikasi
ini tak terhenti.
“Belum…
ini masih berperang dengan setumpuk masalah. Hehe.”
“Masalah
apa? Kok sampai bahasanya puitis begitu? Hehe.”
Lama
aku terdiam dengan tetap memegang HP. Menunggu balasan sms dari Bunga.
Setidaknya dia menjawab pertanyaanku itu. Dan mungkin aku harus gigit jari akan
harapanku. Ribuan detik terlewati, tak kunjung juga ia membalas sms-ku. Entah
siapa yang harus aku salahkan. Apakah pikiran ini yang harus aku salahkan,
karena tak mampu merancang kata-kata indah untuk Bunga? Ataukah waktu yang
harus aku hokum, karena ia berjalan terlalu cepat untuk sebuah jawaban sms?
Ataukah memang hati ini yang harus aku bunuh, karena tak mampu berpaling dan
melupakan dia?
Mungkin
semua pertanyaan di atas memang benar adanya. Dan memang akulah yang harus
mencari jawaban dari semua pertanyaan di atas. Namun, jawaban yang selalu aku
berikan adalah sama: optimis akan keyakinan yang aku miliki. Dan keyakinan itu
adalah Bunga.
BEK130592
Tidak ada komentar:
Posting Komentar