Translate

Kamis, 15 Agustus 2013

BUNGA



Beberapa bulan yang lalu saya pernah mengirimkan sms kepada salah seorang teman saya. Dia adalah teman sekelas SMA dulu. Sekarang nasibnya lebih beruntung di bandingkan denganku. Ia berkesempatan untuk meneruskan study-nya ke kota di mana aku pernah bermimpi untuk bisa kuliah di sana. Kota Malang. Sebenarnya dulu kami berdua juga sama-sama diterima di sana melalui jalur tes yang sama pula. Namun, karena ternyata biaya yang selangit, aku harus merelakan impian itu. Dan alhasil, lagi-lagi aku harus menetap dan belajar di kota di mana aku di lahirkan. Tulungagung. Menjadi mahasiswa Perguruan Tinggi Islam di kota sendiri, mungkin bukanlah sesuatu yang selama ini aku impikan. Tapi, memang terkadang hidup ini harus bangun. Tak selamanya kita bisa berjalan di atas mimpi kita. Terkadang kita harus terbangun dengan cara terjatuh. Dan ketika itu terjadi, maka kita harus siap dengan segala sesuatu di dunia nyata kita. Kita harus Realistis. Dan itu harus kita lakukan. Siap atau tidak siap.
Entah kenapa, ketika itu rasanya begitu membosankan. Segala hal terasa sangat mencekik dan menjenuhkan. Lagu yang biasanya menjadi penenang, kini berubah menjadi alunan kematian bagi logika. Mentari yang sebelumnya menjadi penerang hati, justru berubah haluan: menghitamkan kejernihan kalbu.
Tiba-tiba mataku bergerak, melirik benda mungil yang sejak tadi tak beranjak dari meja di sampingku. Lekas aku ambil benda itu. Kembali aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Tiba-tiba jemariku bergerak menuliskan sebuah pesan: “Assalamu’alaikum”. Lagi, hal yang sama terjadi: aku tak tahu apa yang harus aku lakukan setelah melakukan sesuatu. Spontan ibu jariku memencet sebuah nama di kontak HP. Sebuah nama yang tak asing. Sebuah nama yang rasanya begitu istimewa. Iya, dialah Bunga.
Aku kirim pesan itu kepada dia. Pesan yang cukup diplomatis. Satu kata yang mempunyai makna mengagumkan. Satu kata berbunyi: “Assalamu’alaikum”. Sms-pun terkirim. Namun, aku seperti orang yang kehilangan arah. Bingung. Kenapa aku mengirim sms itu? Dan kenapa sms itu aku kirim kepada Bunga? Entahlah! Rasanya begitu menyakitkan jika harus mengingat satu nama ini. Nama yang dulu menjadi penerang kalbu sekaligus nama yang teristimewa di hati, kini menjadi mata pisau yang tajam yang menusuk tepat di ulu hati ini. Namun, anehnya adalah hati ini tetap mengharapkan nama itu bisa kembali menjadi penerang kegalauan rasa ini.
Lama detik berlalu bersama kegalauan yang tiba-tiba aku rasakan. Namun, waktu ternyata tak mengijinkan aku untuk terlalu lama hanyut dalam kegalauan. Dan hal itu terbukti dengan getaran yang aku rasakan di tanganku, yang dari tadi memegang HP. Aku lihat ternyata sms masuk. Begitu terkejutnya aku ketika aku buka, ternyata Bunga membalas sms-ku. Ini adalah hal yang sangat langka. Setidaknya untuk beberapa bulan terakhir. Iya, memang dalam beberapa bulan terakhir saat aku sms Bunga, dia jarang atau bahkan tidak membalas sms-ku sama sekali. Aku tak tahu apa yang terjadi. Apakah ini karena dia telah mempunyai pacar? (Menurut berita yang sempat terdengar oleh telingaku, dia baru saja jadian dengan seorang teman kami waktu SMA dulu). Ataukah ini karena ia sangat sibuk dengan kuliah dan bisnisnya? Ataukah ini karena dia memang sudah melupakan saya secara perlahan namun pasti? Entahlah. Aku tak ingin dipusingkan dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Aku hanya ingin optimis bahwa Bunga adalah jodoh yang selama ini aku cari dan aku nanti. Dan saat ini rasa optimisku bertambah seiring balasan sms darinya.
“Wassalamu’alaikum. Bagaimana kabarnya?” Cukup terkejut aku membacanya. Dia menanyakan kabar tentangku.
“Alhamdulillah baik, bagaimana dengan kamu? Tidak mudik kah?”
“Alhamdulillah baik juga. Tidak, mau mudik rasanya males sekali.”
Begitu bahagia aku membaca dan membalas sms darinya. Sepertinya aku telah menjadi orang gila. Bagaimana tidak, aku tertawa sendiri, senyum-senyum sendiri. Memang, cinta telah membuat kita menjadi gila dan buta.
Aku balas sms darinya, walau cukup sulit aku mencari kata-kata yang tepat untuk membalasnya. “Kenapa? Kan libur cukup lama, 3 hari lho.”
“Iya sih.. tapi Bunga lagi galau, jadi ya males mau mudik. Hehehe.”
“Wah galau? Galau kenapa? Punya pacar baru kok masih galau? Hehe.”
“Haha galau karena hal lain.”
Jawaban yang singkat. Rasanya kebahagiaan yang kurasakan hanyalah numpang lewat saja. Sms singkat itu telah merusak dan menenggelamkan kebahagiaan itu ke dasar laut.
“Owh… By the way kok belum tidur jam segini?” Terpaksa aku menanyakan hal itu, karena aku sudah bingung, kata-kata apa yang harus aku keluarkan lagi agar komunikasi ini tak terhenti.
“Belum… ini masih berperang dengan setumpuk masalah. Hehe.”
“Masalah apa? Kok sampai bahasanya puitis begitu? Hehe.”
Lama aku terdiam dengan tetap memegang HP. Menunggu balasan sms dari Bunga. Setidaknya dia menjawab pertanyaanku itu. Dan mungkin aku harus gigit jari akan harapanku. Ribuan detik terlewati, tak kunjung juga ia membalas sms-ku. Entah siapa yang harus aku salahkan. Apakah pikiran ini yang harus aku salahkan, karena tak mampu merancang kata-kata indah untuk Bunga? Ataukah waktu yang harus aku hokum, karena ia berjalan terlalu cepat untuk sebuah jawaban sms? Ataukah memang hati ini yang harus aku bunuh, karena tak mampu berpaling dan melupakan dia?
Mungkin semua pertanyaan di atas memang benar adanya. Dan memang akulah yang harus mencari jawaban dari semua pertanyaan di atas. Namun, jawaban yang selalu aku berikan adalah sama: optimis akan keyakinan yang aku miliki. Dan keyakinan itu adalah Bunga.

BEK130592

Tidak ada komentar:

Posting Komentar